Jumat, 15 Februari 2013
BAHASA INDONESIA
BAHASA
DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Yang
dimaksud dengan factor-faktor di luar bahasa itu tidak lain dari pada segala
hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia di dalam masyarakat, sebab tidak ada
kegiatan tanpa berhubungan dengan bahasa oleh karena itu, hal-hal yang menjadi
objek kajian linguistic makro itu sangat luas dan beragam. Milai dari kegiatan
yang betul-betul merupakan kegiatan berbahasa seperti penerjemah, penyusun
kamus, pendidikan bahasa sampai yang hanya berkaitan dengan bahasa seperti pengobatan
dan pembangunan. Yang ingin di bicarakan dan memang erat kaitannya dengan
bahasa adalah masalah bahasa dalam kaiatannya dengan kegiatan social di dalam
masyarakat, atau lebih jelasnya hubungan bahasa dengan masyarakat itu.
MASYARAKAT
BAHASA
Masyarakat
bahasa adalah sekelompok orang yang
merasa menggunakan bahasa yang sama. Dengan demikian kalau ada sekelompok
orang yang merasa sama-sama menggunakan bahasa sunda, maka bias di katakan
mereka adalah masyarakat bahasa sunda, kalau ada sekelompok orang merasa
menggunakan bahasa mendiling maka mereka bisa dikatakan masyarakat bahasa
mandailing.
Kalau
titik berat pengrtian masyarakat bahasa pada “ merasa menggunakan bahasa yang
sama”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi
sempit. Masyarakat bahasa bias melewati batas prrovinsi, batas Negara, bahkan
juga batas benua.
Akibat
lain dari konsep “merasa menggunakan bahasa yang sama” maka patokan linguistic
umumm mengenai bahasa menjadi longgar. Secara linguistic bahasa Indonesia dan
bahasa malaysa adalah bahasa yang sama, karena kedua bahasa iitu banyak sekali
persamaaannya, sehingga orang Malaysia dapat mengerti dengan baik akan bahasa
Indonesia dan sebaliknya orang Indonesia dapat pula mengerti dengan baik akan
bahasa Malaysia, dan orang Malaysia tidak pula merasa orang Indonesia, jadi
dalam kasus ini ada dua masyarakat bahasa yaitu masyarakat bahasa Indonesia dan masyarakat bahasa Indonesia.
Akhirnya tentang masyarakat
bahasa ini ada masalah, bagaimana dangan masyarakat yang bilingual atau
multilingual, seperti di keadaan Indonesia, selain ada bahasa nasional yaitu
bahasa Indonesia, ada pula bahasa-bahasa daerah. Orang Indonesia pada umumnya
adalah bilingual yaitu menggunakan
bahasa Indonesia dan menggunakan bahasa daerahnya dan kebanyakan menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, tetapi menggunakan bahasa daerah sebagai
bahasa pertama. Banyak juga yang multilingual, karena selain menguasai bahas
Indonesia, menguasai bahasa daerahnya sendiri, menguasai pula bahasa ddaerah lain
atau bahasa asing. Maka oleh karena itu banyak orang Indonesia menjadi anggota
masyarakat yang berbeda.
VARIASI
DAN STATUS SOCIAL BAHASA
Telah disebutkan bahwa bahsa itu bervariasi karena anggota
masyarakat penutur bahasa itu sangat beragam,
dan bahasa itu sendiri digunakan untuk keperluan yang beragam-ragam
pula. Berdasarkan penuturnya kita mengenal adanya dialek-dialek regional maupun
dialek social.
Dalam masyarakat
tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua macam variasi
bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakaian. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi (baiasa disingkat
variasi T) dan yang lain variasi
bahasa rendah (biasa disingkat R). variasi T digunakan dalam
situasi-situasi, seperti pidato kenegaraan, bahasa pengantar dalam pendidikan,
khotbah, surat menyurat resmi, dan buku pelajaran. Variasi T ini harus di
pelajari melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Sedangkan variasi bahasa
R digunakan dalam situasi yang tidak formal, seperti dirumah, di warung, di
jalan, dalam surat-surat pribadi, dan catatan untuk diri sendiri. Variasi R ini
dipelajari secara langsung di dalam masyarakat umum, dan tidak pernah dalam
pendidikan formal. Keadaan ini, adanya perbedaan variasi bahasa T dan bahasa R
disebut dengan istilah diglosia (ferguson1964). Masyarakat yang mengadakan
pembedaan ini di sebut masyarakat diglosis.
Dalam bahasa
Indonesia variasi bahasa T, barang kali, sama dengan ragam bahasa Indonesia
baku dan variasi bahasa R sama dengan ragam bahasa Indonesia nonbaku.
Contoh:
Bahasa Indonesia
Ø
Uang duit
Ø
Tidak nggak
Ø
Istri binik
PENGGUNAAN
BAHASA
Dalam penggunaan bahasa tidak hanya mematuhi
kaedah gramatikal, karena bahasa yang di gunakan mungkin tidak di terima dalam
masyarakat. Unsure yang di perhatikan dalam suatu komunikasi menggunakan bahasa
menurut hymnes:
a.
Setting and scene : berkenaan dengan waktu dan
tempat terjadinya percakapan
b.
Participants : orang-orang yang terlibat dalam
percakapan
c.
Ends : maksud dan hasil percakapan
d.
Act sequences : hal yang menunjuk pada bentuk
dan isi percakapan
e.
Key : penunjuk pada cara/ semangat dalam
melaksanakan percakapan
f.
Instrumentalities : menunjuk pada jalur
percakapan apakah secara lisan atau bukan
g.
Norms : menunjuk pada norma perilaku peserta
percakapan
h.
Genres : menunjuk pada kategori / ragam bahasa
yang di gunakan.
Kedelapan
unsure oleh hymes di akronimkan menjadi SPEAKING itu, dalam formulasi lain bias
di katakana dalam berkomunikasi lewat bahasa harus di perhatikan factor-faktor
siapa lawan bicara kita, tujuannya apa, jalurnya apa,(lisan/tulisan) dan ragam
bahsa yangdigunakan yang mana.
KONTAK BAHASA
Dalam
masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan
anggota dari masyarakat lain. Baik dari satu lebih dari satu masyarakat, akan
terjadilah apa yang disebut kontak bahasa. Bahsa dari masyarakat yang menerima
kedatangan akan saling mempengaruhi dengan bahasa dari masyarakat yang dating.
Hal yang sangat menonjol yang bias terjadi dari adanya kontak bahasa ini adlah
terjadinya atau terdapatnya yang disebut bilingualism dan multilinguisme dengan
berbagai macam kasusnya. Seperti iinferensi, integrasi alihkode, dan campur
kode. Sebagai contoh kita ambil keadaan linguistic di Indonesia.
Indonesia
adalah Negara yang multilingual.
Selain bahasa Indonesia yang digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa
daerah, besar maupun kecil. Yang digunakan oleh para anggota masyarakat bahasa
daerah itu untuk keperluan yang bersifat kedaerahan. Dalam masyarakat
multilingual yang mobilitasnya tinggi, maka anggota-anggota masyarakatnya akan
cenderung untuk menggunakan dua bahasa atau lebih. Baik sepenuhnya maupun
sebagian, sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi disamping itu banyak pula yang
hanya menguasai satu bahasa disebut monolingual, unilingual, atau monoglot, yang
menguasai dua bahasa disebut bilingual, sedangkan yang menguasai lebih dari dua
bahasa disebut multilingual, plurilingual atau polyglot.
BAHASA DAN BUDAYA
Satu lagi yang menjadi
objek kajian linguistic makro adalah mengenai
hubungan bahasa dengan budaya/kebudayaan. apakah bahasa yang merupakan alat
komunikasi verbal milik manusia itu merupakan bagian ddar unsure
kebudayaaan/bukan. Kalau bahasa merupakan bagian dari kebudayaan, wujud
hubungannya itu bagaimana pula.
Dalam sejarah linguistic
ada suatu hipotesis yang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dan
kebudayaan ini. Hipotesis ini di keluarkan oleh dua orang pakar, yaitu EDWAR
SAPIR dan BENJAMIN LEE WHORF (dan oleh karena itu disebut hipotesis sapir
whorf) yang menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. atau dengan lebih
jelas, bahasa itu mempengaruhi cara berfikir dan bertindak anggota masyarakat
penuturnya. Jadi, bahasa itu menguasai cara berfikir dan bertindak manusia.
Kenyataan juga membuktikan, masyarakat yang kegiatanya
sangat terbatas. Seperti masyarakat suku-suku bangsa yang terpencil, hanya
mempunyai kossa kata yang juga terbatas jumlahnya. Sebaliknya, masyarakat yang
terbuka. Yang anggota-anggota masyarakatnya mempunyai kegiatan yang sangat
luas, memiliki kosa kata yang sangat banyak.
Karena eratnya hubunganya
antara bahasa dengan kebudayaan ini, maka ada pakar yang menyamakan hubungan
keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak bias di pisahkan.
Atau sebagai sekeping mata uang sisi yang satu adalah bahasa dan sisi yang lain
adalah kebudayaan.
Langganan:
Postingan (Atom)